Bercinta Dalam Satuan Kretek

Usai bercinta dan melepas peluh bersama, dia menyulut sebatang rokok putih dan menghisapnya dalam-dalam. Dadanya yang putih bersih dibiarkannya telanjang agar aku bisa menikmatinya. Menggemaskan. Kami bercinta. Dalam artian dan harafiah yang sebenarnya. Melakukan hal yang berlandaskan cinta.
Di sudut kamarnya yang rapi, aku berkali mencoba mengerlingkan mata, mencuri-curi pandang. Sambil mengepulkan asap-asap berat dari sebatang kretek yang tak kalah manis dari parasnya.
Aku memandangnya semata wayang. Wajahnya yang tegas selalu tampak lembut di mataku. Rahangnya yang kuat dibiarkannya terselimuti jambang. Aduhai, indah nian ciptaan Tuhan ini.
Kami masih saling menghisap sebatang surga. Tak ada kata-kata. Hanya suara sisa-sisa nafas yang masih memburu. Kami masih sibuk dengan pikiran masing-masing. Saling mencuri pandang, tanpa sedikit pun senyuman di bibir. Tapi kami paham, bola mata sudah tersenyum lebar-lebar.
Kretekku masih setengah. Dia menyulut batang keduanya. Kembali dalam lamunan panjangnya. Berdehem ringan, lalu menghisap rokoknya dalam-dalam. Aku bahagia dengan keadaan ini. Kami saling menghargai dalam setiap tetes keringat yang mengalir ketika bercinta, dalam setiap ucapan yang terurai manja. Kami menghargai setiap asap-asap rokok dan kretek yang saling beradu.
Kretekku habis. Miliknya pun. Kemudian aku merebahkan badanku yang masih setengah telanjang ke pelukannya. Kemudian, kami bercinta lagi selama ratusan batang kretek hingga fajar tak lagi memerah.
Sala, 1:43. Kamar pesakitan.

Comments

Post a Comment

Popular Posts