Petaka Rindu
Rindu ini semacam petaka. Mencintaimu penuh sungguh tanpa mempedulikan apapun di ujung pilu.
Aku masih berjalan berarak tanpa kata seperti awan di langit mendung. Penuh peluh dan gemuruh. Aku masih menanti kekelaman menjadi pijar. Tak tahu waktu, tak tahu mata angin. Apakah kau masih mempercayai itu? Tatapan mata yang penuh sembilu rindu? Aku hanya bisa bersemoga tanpa amin. Terlalu rapuh untuk kupercaya ketika melihat kerlinganmu yang terlebur semu.Rindu ini semacam petaka. Mencintaimu penuh sungguh tanpa keluh dan deru waktu.
Kau masih saja terkekeh di antara mereka yang juga menertawakanku bodoh. Impianku terlalu jenjang untuk menapaki pengharapanku. Seribu penjuru mengikatku, ,mencabik mimpiku, merontakan kenanganku tentangmu. Lidahku kelu. Tak mampu berujar sendu. Tawa-tawa benci menampik kenyataan hidupku semalam. Sudahlah. Kau selalu tahu itu.Rindu ini semula usang.
Bertahun sudah kita dipertemukan, namun baru beberapa waktu lalu aku tersadarkan akan keberadaanku. Keberadaanku yang selama ini sesungguhnya mengagumimu. Kau nyaman? Tentu saja, aku lebih jagoan dari sekadar perayu ulung. Maafkan, aku menyadari keberadaanku, keberadaanmu, kita, yang sungguh sulit menemukan sekadar ungkapan “Rindu”. Tak akan lagi, tak akan pernah ada lagi, sepanjang kita masih bersama hidup kita yang saat ini.Solo, 19 07 16 21:18
Comments
Post a Comment